Suku Dawan
Profil dan Sejarah
Suku Atoni atau suku Dawan adalah salah satu suku besar yang mendiami pulau Timor bagian Barat. Suku ini mendiami kabupaten Belu bagian Barat hingga Kota Kupang. Selain di Indonesia, suku Atoni juga mendiami wilayah enclave Timor Leste yakni Distrik Oecusse. Salah satu desa yang didiami oleh suku Atoni adalah Desa Maubesi di Insana. Terdapat sebuah kerajaan di wilayah ini yakni kerajaan Insana. Kerajaan ini bersebelahan dengan beberapa kerajaan kecil lainnya. Salah satu peninggalan kerajaan Insana adalah kain tenun berwarna cerah dengan bordiran timbul pada kainnya.
Dahulu kala kerajaan-kerajaan kecil ini disatukan di bawah kerajaan besar Wewiku-Wehali yang pusatnya terdapat di Oenunu. Kerajaan Wewiku-Wehali ini memiliki beberapa wilayah penguasaan yang disebut Liurai. Pembagian wilayah kerajaan-kerajaan kecil ini dilaksanakan di sekitar Gunung Mutis yang saat ini berada di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kerajaan Wewiku-Wehali ini memiliki etnis yang beragam mulai dari orang Dawan, Tetun hingga Bunak.
Wilayah Kerajaan Insana menjadi wilayah transisi antara orang Belu dan Dawan. Suku-suku di Belu sudah bercampur dengan ras Cina dan Portugis sehingga memiliki perawakan yang lebih tinggi dan lebih putih.
Etimologi
Suku Atoni memiliki banyak julukan tergantung siapa yang menyebutnya. Orang-orang Belu menyebut mereka dengan sebutan Dawan yang mungkin berhubungan dengan Kenu Rawan yakni orang-orang Melus yang tinggal di wilayah Belu. Dahulu orang-orang Melus ini tinggal dan tersebar di wilayah Belu hingga makin lama mereka terdesak akibat peperangan hingga berpindah ke Barat. Sebutan lainnya oleh orang Atoni sendiri adalah Atoni Pah Meto yang artinya manusia yang tinggal di tanah kering.
Atoni sendiri berarti orang atau juga dapat diartikan laki-laki. Orang-orang di daerah Kupang menyebut orang Atoni dengan sebutan orang gunung atau orang asli.
Bahasa
Bahasa Timor Dawan atau bahasa Atoni sendiri memiliki 9 dialek utama yakni dialek Kupang Timur, dialek Amarasi, dialek Fatule’u, dialek Insana-Biboki-Pasebe, dialek Timor Tengah Selatan, dialek Amanatun, dialek Miomafo Barat, dialek Mallo Netpala dan dialek Mallo Nenas. Bahasa ini oleh orang Atoni disebut dengan bahasa Uab Meto. Untuk daerah Oecusse sendiri bahasa Uab Meto yang telah bercampur dengan bahasa Portugis disebut Baikeno.
Saat ini bahasa Uab Meto telah dipengaruhi oleh beberapa bahasa suku lain hingga bahasa Indonesia dan Portugis. Di Kerajaan Insana misalnya terdapat empat tingkat bahasa untuk kesopanan misal pada kata makan. Dalam keseharian kata makan adalah ua. Sedangkan jika berbicara pada orang tua adalah bukae dan kepada raja ta’nam’ok serta ta’futu jika digunakan di dalam puisi dan acara adat. Tutur kata ini dalam bahasa Uab Meto disebut takanab.
Kehidupan
Sesuai dengan namanya yakni Atoni Pah Meto atau Manusia yang hidup di tanah kering, Suku Atoni berkebun dan bertani melalui pengelolaan tanah kering. Metode pembukaan lahan pertanian adalah tebas dan bakar sejak zaman nenek moyang karena kehidupan mereka nomaden. Saat ini masing-masing masyarakat telah memiliki ladang sendiri berdasarkan dukungan pemerintah kabupaten sehingga mereka diharuskan bertani tanpa menggunakan sistem tebas bakar. Pada wilayah perbukitan, masyarakat memanfaatkan padang rumput kering sebagai lahan perkebunan. Pada wilayah landai masyarakat banyak membuka sawah dan peternakan sapi, kerbau, kambing, ayam dan babi.
Di dalam hutan terdapat banyak pohon Cendana yang telah menjadi kekayaan suku Atoni sejak turun temurun. Saat ini pohon Jati lebih mendominasi untuk dijadikan material bangunan dan furniture. Daerah Maubesi hingga Tuamese banyak terdapat pohon Lontar (Borassus Flabellifer) yang banyak diolah menjadi Sopi atau arak dan gula merah.
Dalam sistem kepercayaan sebelum masuknya agama Kristen baik Katolik dan Protestan, kata Tuhan disebut Uis Neno. Artian luas Uis Neno adalah Tuhan atas langit dan hari yang memiliki istana di atas langit. Masyarakat Atoni mempercayai Uis Neno sebagai Sang Pencipta, Sang Penyelenggara, Yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa.
Sebelum Kristen, orang Atoni menganggap matahari sebagai manifestasi Uis Neno atau yang disebut Manas dengan pandangan jika Manas terbit makan kehidupan akan berlanjut dan begitu sebaliknya. Namun, semenjak Kristen masuk ke tanah Timor, orang Atoni menyebut nama Tuhan dengan Uis Neno. Manas atau dewa yang imanen ini tergantikan oleh Tuhan yang imanen dan transendensi sehingga saat ini orang Atoni memiliki julukan baru bagi Tuhan yakni Apinat-Aklahat yaitu Yang Bernyala dan Membara, dan Amoet-Apakaet yaitu Yang Mencipta dan Membentuk orang Atoni sebagai rupa Allah. Selain itu dalam pribadi Allah Putra yang dekat dengan manusia disebut Ahaot-afatis yakni Yang Memberi Rahmat dan Rezeki kepada orang Atoni.
Kesenian
Salah satu warisan orang Atoni adalah kain Tenun Insana. Salah satu keunikan kain tenun ini ada pada metode pembuatan yakni yaitu cara menenun kain serta motif-motifnya dengan mengikatkan benang seutas demi seutas hingga menghasilkan motif yang diinginkan. Kemudian terdapat teknik futus yakni pembuatan motif dengan mengikatkan daun Gebang untuk dibuat gambar seperti ayam, sapi, kerbau, buaya hingga tokek. Ikatan ini lalu dicelup dan diangkat hingga kering. Ikatan yang dibuka ini akan menghasilkan motif-motif.
Kerajinan anyam juga menjadi hasil tangan orang Atoni. Banyaknya daun Lontar misal di daerah Maubesi hingga Tuamese menjadi keuntungan tersendiri. Orang di daerah Kabupaten Belu pun banyak mengambil daun dari orang Atoni. Beberapa produk anyaman dalam keseharian adalah oko yaitu tempat mengisi jagung, tupa atau dulang beras dan kasui sebagai tempat mengisi daging.
Seperti halnya tari Tebe pada orang Belu, orang Atoni memiliki tarian yang serupa yakni tari Bonet. Masyarakat akan membentuk lingkaran yang akan diiringi oleh lagu dan syair. Dalam setiap upacara adat seperti kelahiran, pernikahan hingga kematian, tarian ini akan dilakukan. Bonet sendiri berasal dari kata Na Bonet yang artinya mengepung. Lalu terdapat pula tarian Maekat sebagai tarian keperkasaan. Tarian ini pada awalnya identik dengan tarian perang.